Selasa, 20 Oktober 2009

LAPORAN PRAKTIKUM PEMBUATAN SILASE DAN AMONIASI

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kekurangan hijauan segar sebagai pakan ternak sudah lama dirasakan oleh peternak di Indonesia. Seringkali peternak menanggulanginya dengan cara memberikan pakan seadanya yang diperoleh dengan mudah dari lingkungan di sekitarnya. Pemberian pakan ternak yang seadanya sangat mempengaruhi produktivitas ternak, terlihat dari lambatnya pertumbuhan atau minimnya peningkatan berat badan (BB) bahkan sampai mengalami sakit. Pembuatan silase dan amonniasi merupakan salah satu cara yang sangat berguna untuk tetap menggunakan materi tanaman dengan kualitas nutrisi yang tinggi sebagai pakan ternak di sepanjang waktu, tidak hanya untuk musim kemarau (Ohmomo et al., 2002a). Pengawetan hijauan sepeti amoniasi dan silase diharapkan dapat mengatasi permasalahan kekurangan hijauan segar terutama pada musim kemarau yang selanjutnya dapat memperbaiki produktivitas ternak. Produktivitas ternak merupakan fungsi dari ketersediaan pakan dan kualitasnya. Ketersediaan pakan dipengaruhi oleh beberapa faktor di antaranya suhu harian, iklim, dan ketersediaan air tanah. Faktor tersebut sangat mempengaruhi ketersediaan hijauan pakan ternak yang diharapkan kontinyu sepanjang tahun (Ridwan dan Widyastuti, 2001).

B. Tujuan
· Untuk mengetahui bagaimana prinsip pembuatan silase
· Untuk mengetahui bagaimana prinsip pembuatan amoniasi



BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Silase
1. Pengertian silase
Silase adalah pakan yang telah diawetkan yang di proses dari bahan baku yang berupa tanaman hijauan , limbah industri pertanian, serta bahan pakan alami lainya, dengan jumlah kadar / kandungan air pada tingkat tertentu kemudian di masukan dalam sebuah tempat yang tertutup rapat kedap udara , yang biasa disebut dengan Silo, selama sekitar tiga minggu.

2. Prinsip Dasar Fermentasi Silase
Prinsip dasar dari pengawetan dengan cara silase fermentasi adalah sebagai berikut:
Respirasi
Sebelum sel-sel di dalam tumbuhan mati atau tidak mendapatkan oksigen, maka mereka melakukan respirasi untuk membentuk energi yang di butuhkan dalam aktivitas normalnya. Respirasi ini merupakan konversi karbohidrat menjadi energi.

Respirasi ini di bermanfaat untuk menghabiskan oksigen yang terkandung, beberapa saat setelah bahan di masukan dalam silo. Namun respirasi ini mengkonsumsi karbohidrat dan menimbulkan panas, sehingga waktunya harus sangat di batasi. Respirasi yang berkelamaan di dalam bahan baku silase, dapat mengurangi kadar karbohidrat, yang pada ahirnya bisa menggagalkan proses fermentasi. Pengurangan kadar oksigen yang berada di dalam bahan baku silase, saat berada pada ruang yang kedap udara yg disebut dengan Silo, adalah cara terbaik meminimumkan masa respirasi ini.


Fermentatsi
Setelah kadar oksigen habis , maka proses fermentasi di mulai. Fermentasi adalah menurunkan kadar pH di dalam bahan baku silase. Sampai dengan kadar pH dimana tidak ada lagi organisme yang dapat hidup dan berfungsi di dalam silo. Penurunan kadar pH ini dilakukan oleh lactic acid yang di hasilkan oleh bakteri Lactobacillus. Lactobasillus itu sendiri sudah berada didalam bahan baku silase, dan dia akan tumbuh dan berkembang dengan cepat sampai bahan baku terfermentasi. Bakteri ini akan mengkonsumsi karbohidrat untuk kebutuhan energinya dan mengeluarkan lactic acid. Bakteri ini akan terus memproduksi lactic acid dan menurunkan kadar pH di dalam bahan baku silase. Sampi pada tahap kadar pH yang rendah, dimana tidak lagi memungkinkan bakteri ini beraktivitas. Sehingga silo berada pada keadaan stagnant, atau tidak ada lagi perubahan yang terjadi, sehingga bahan baku silase berada pada keadaan yang tetap. Keadaan inilah yang di sebut keadaan terfermentasi, dimana bahan baku berada dalam keadaan tetap , yang disebut dengan menjadi awet. Pada keadaan ini maka silase dapat di simpan bertahun-tahun selama tidak ada oksigen yang menyentuhnya

3. Bakteri Clostridia
Bakteri ini juga sudah berada pada hijauan atau bahan baku silase lainnya, saat mereka di masukan kedalam silo. Bakteri ini mengkonsumsi karbohidrat, protein dan lactic acid sebagai sumber energi mereka kemudian mengeluarkan Butyric acid, dimana Butyric acid bisa diasosiasikan dengan pembusukan silase Keadaan yang menyuburkan tumbuhnya bakteri clostridia adalah kurangnya kadar karbohidrat untuk proses fermentasi , yang biasanya di sebabkan oleh : kehujanan pada saat pencacahan bahan baku silase, proses respirasi yang terlalu lama, terlalu banyaknya kadar air di dalam bahan baku. Dan juga kekurangan jumlah bakteri Lactobasillus . Itulah sebabnya kadang di perlukan penggunaan bahan tambahan atau aditive.

4. Tahapan atau Phase yang terjadi pada proses fermentasi Silase
Proses yang terjadi dalam 6phase

Phase I
Phase II
Phase III
Phase IV
Phase V
Phase VI
Umur Silase
0-2 hari
2-3 days
3-4 days
4-21 days
21 days-

Lactic
Respirasi sel; menghasilkan CO2, panas danair
Produksiacetic acid dan lacticacid
Pembetukan acid
Pembentukan Lacticacid
Penyimpanan Material
Pembusukan Aerobic re-exposure dengan oxygen
Perubahan suhu **
69-90 F
90-84 F
84 F
84 F
84 F
84 F
Perubahan pH
6.5-6.0
6.0-5.0
5.0-4.0
4.0
4.0
4.0-7.0
Produksi yg di hasilkan

Acetic aciddan lacticacid bacteria
Lacticacidbacteria
Lacticacidbacteria

pembusukan
** Suhu atau temperatur sangat tergantung suhu ruangan.

5. Bahan pembuatan Silase
Bahan untuk pembuatan silase adalah segala macam hijauan dan bahan dari tumbuhan lainnya yang di sukai oleh ternak ruminansia, seperti : Rumput, Sorghum, Jagung, Biji-bijian kecil, tanaman tebu, tongkol gandum, tongkol jagung, pucuk tebu, batang nanas dan jerami padi, dll

6. Syarat hijauan (tanaman) yang dibuat Silase :
Segala jenis tumbuhan atau hijauan serta bijian yang di sukai oleh ternak, terutama yang mengandung banyak karbohidrat nya. Untuk penjelasan mengapa dan apa sebabnya lihat di bagian Prinsip Fermentasi.

7. Bahan tambahan
Pemberian bahan tambahan secara langsung dengan menggunakan: Natrium bisulfate, Sulfur oxide, Asam chloride, Asam sulfat, Asam propionate, dll. Pemberian bahan tambahan secara tidak langsung ialah dengan memberikan tambahan bahan-bahan yang mengandung karbohidrat yang siap diabsorpsi oleh mikroba, antara lain molase (melas), onggok (tepung), tepung jagung, dedak halus, ampas sagu.

8. Kriteria Silase yang baik :
Berdasarkan informasi dari (Kartadisastra, 2004) bahwa tempaeratur yang baik untuk silase berkisar 270C hingga 350C. pada temperature tersebut, kualitas silase yang dihasilkan sangat baik. Kualitas tersebut dapat diketahui secara organoleptik, yaitu:
· Mempunyai tekstur segar
· Berwarna kehijau-hijauan
· Tidak berbau busuk
· Disukai ternak
· Tidak berjamur
· Tidak menggumpal

B. Amoniasi
Ada tiga sumber amoniak yang dapat dipergunakan dalam proses amoniasi yaitu : NH3 dalam bentuk gas cair, NH4OH dalam bentuk larutan, dan urea dalam bentuk padat. Penggunaan NH3 gas yang dicairkan biasanya relatif mahal. Selain harganya mahal juga memerlukan tangki khusus yang tahan tekanan tinggi minimum (Minimum 10 bar). Demikian pula halnya dengan larutan amoniak NH4OH selain harganya relatif mahal juga sukar diperoleh, sehingga pemakaian NH4OH terbatas di laboratorium.

Dibanding cara pengolahan kimia yang lain (NaOH), amoniasi mempunyai beberapa keuntungan, antara lain : 1). Sederhana cara pengerjaannya dan tidak berbahaya; 2). Lebih murah dan mudah dikerjakan dibanding dengan NaOH; 3). Cukup efektif untuk menghilangkan aflaktosin khususnya pda jerami; 4). Meningkatkan kandungan protein kasar; 5). Tidak menimbulkan polusi dalam tanah.

Satu-satunya sumber NH3 yang murah dan mudah diperoleh adalah urea. Urea yang banyak beredar untuk pupuk tanaman pangan adalah dalam bentuk :
(Siregar, 1995). Urea dengan rumus molekul CO (NH2)2 banyak digunakan dalam ransum ternak ruminansia karena mudah diperoleh, harga murah dan sedikit keracunan yang diakibatkannya dibanding biuret. Secara fisik urea berbentuk kristal padat berwarna putih dan higroskopis. Urea mengandung nitrogen sebanyak 42 – 45% atau setara dengan potein kasar antara 262 – 281% (Belasco, 1945).

Perlakuan amoniasi dengan urea telah terbukti mempunyai pengaruh yang baik terhadap pakan. Proses amoniasi leibh lanjut juga akan memberikan keuntungan yaitu meningkatkan kecernaan pakan. Setelah terurai menjadi NH3 dan CO2. Dengan molekul air NH3 akan mengalami hidrolisis menjadi NH4+ dan OH. NH3 mempunyai pKa = 9,26, berarti bahwa dalam suasana netral (pH = 7) akan lebih banyak terdapat sebagai NH+. Dengan demikian amoniasi akan serupa dengan perlakuan alkali. Gugus OH dapat merenggut putus ikatan hidrogen antara Oksigen Karbon nomor 2 melekul glukosa satu dengan Oksigen Karbon nomor 6 molekul glukosa lain yang terdapat pada ikatan selulosa, lignoselulosa dan lignohemiselulosa. Telah diketahui bahwa dua ikatan terakhir ini bersifat labil alkali, yaitu dapat diputus dengan perlakuan alkali. Dengan demikian pakan akan memuai dengan lebih mudah dicerna oleh mikroba rumen. Pemuaian pakan selanjutnya akan melarutkan deposit lignin yang terdapat pada dinding dan ruang antar sel. Berarti amoniasi juga menurunkan kadar zat makanan yang sukar bahkan tidak dicerna oleh ternak, yang berakibat meningkatkan kecernaan pakan leibh jauh. Dari hasil percobaan Chuzaemi (1987) dengan level urea yang lebih tinggi yaitu 6 dan 8% secara in vivo selain dapat meningkatkan kecernaan bahan kering dan bahan organik juga energinya. Energi tercerna (De) meningkat dari 6,07 MJ menjadi 8,32 dan 9,54 MJ.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Soejono et al., (1986), perlakuan alkali pada bagas dengan menggunakan urea (CO [NH2]2) sebanyak 6% BK, dapat secara nyata meningkatkan kecernaan bahan kering (BK) dan bahan organik (BO) bagas, yaitu dari 22,29% menjadi 29,58%, atau terjadi peningkatan kecernaan sebesar 32,7%.


BAB III
MATERI DAN METODE

Praktikum pembuatan silase 1 dan pembuatan amoniasi jerami dilaksanakan pada tanggal 21 Agustus sampai 8 Oktober. Pembuatan silase 2 dilaksanakan pada tanggal 27 Agustus. Paktikum ini dilaksanakan di kandang milik Politeknik Negeri Jember.

Dalam pembuatan silase ini, bahan tanaman yang digunakan adalah rumput gajah (Pennisetum purpureum ) dan beberapa pohon jagung yang memang sudah disediakan di kandang sapi milik Politeknik Negeri Jember. Rumput gajah ini merupakan jenis rumput yang bernutrisi tinggi, disukai ternak, mengandung banyak karbohidrat sehingga bisa dikatakan bahwa rumput yang digunakan cocok untuk pembuatan silase seperti yang disebutkan pada literatur bahwa syarat hijauan yang dibuat silase adalah segala jenis tumbuhan atau hijauan serta bijian yang di sukai oleh ternak, terutama yang mengandung banyak karbohidrat nya. Selain hijauan, diberikan bahan tambahan berupa molases sebanyak 40% dari jumlah rumput dan dedak halus 10% dari jumlah rumput.

Praktikum ini dilakukan 2 kali pembuatan silase karena praktikum 1 dianggap gagal dalam perolehan data suhu dan pH. Tetapi hasil akhir silase menggunakan data praktikum 1. Praktikun 2 ini dilakukan untuk memperoleh data suhu dan pH. Tidak ada perbedaan persentase peggunaan bahan pada praktikum 1 maupun praktikum 2 tetapi yang membedakan adalah jumlah rumput yang digunakan yaitu masing – masing 5 kg dan 1 kg. Untuk memperoleh data pH secara akurat, dibuat kemasan silase kecil-kecil sebanyak 21 kemasan. Sehingga untuk satu kassli pengamatan silase diambil satu kemasan dan begitu seterusnya sampai hari ke 21. pH dan suhu ini diukur setiap hari selama 21 hari yang biasanya kami lakukan pada siang hari atau pada waktu istirahat perkuliahan yaitu sekitar jam 12.00.

Parameter yang diukur sebagai kualitas silase yang baik adalah suhu, pH, dan karakteristik silase yang dihasilkan. Suhu diukur menggunakan termometer dengan menempatkan thermometer pada kemasan silase kemudian diikat. Sedangkan pH diukur menggunakan pH meter.
Pembuatan silase ini, dilakukan sesuai dengan arahan dari dosen. Langkah kerjanya sebagai berikut:
· Mempersiapkan alat dan bahan
· Pakan hijauan (rumput gajah) dipotong-potong dengan chopper lebih kurang berukuran 3-5 cm untuk memudahkan dalam pemadatan dan mempercepat mencapai kondisi hampa udara.
· Penambahan dedak dengan cara dicampurkan pada hijauan yang telah dipotong secara merata sebelum dicampurkan tetes. Setelah dicampur dengan dedak, barulah ditambahkan bahan pengawet tetes (molases) secara merata. Dedak dan molasses merupakan starter untuk merangsang perkembangan bakteri asam laktat.
· Setalah pencampuran, bahan dimasukkan kedalam silo yang terbuat dari plastik kemudian dipadatkan dan kantung plastik diikat secara rapat sehingga udara dan air tidak dapat masuk (berada pada suasana anaerob).

Amoniasi
Bahan yang digunakan berupa jerami padi dan urea. Urea merupakan satu-satunya sumber NH3 yang murah dan mudah diperoleh. Jerami merupakan bagian dari batang tanaman padi tanpa akar yang dibuang setelah diambil butir buahnya. Pencampuran urea dilakukan dengan cara basah yaitu dengan melarutkan urea pada air. Urea dalam proses amoniasi berfungsi untuk menghancurkan ikatan-ikatan lignin, selulosa, dan silica yang terdapat pada jerami, karena lignin, selulosa, dan silica merupakan faktor penyebab rendahnya daya cerna jerami. Lignin merupakan zat kompleks yang tidak dapat dicerna oleh ternak, terdapat pada bagian fibrosa dari akar, batang, dan daun tanaman dalam jumlah yang banyak. Selulosa adalah suatu polisakarida yang mempunyai formula umum seperti pati yang sebagian besar terdapat pada dinding sel dan bagian-bagian berkayu dari tanaman.

Langkah kerja pembuatan amoniasi yang kita lakukan sebagai berikut:
· Mempersiapkan alat dan bahan
· Jerami padi ditimbang sebanyak 1 kg
· Disiapkan air bersih sebanding dengan jumlah jerami padi yang digunakan.
· Sehingga air diberikan 1 liter. Sebagai patokan, setiap kilogram jerami membutuhkan 1 kg air.
· Ditambahkan urea sebanyak 4% dari bobot jerami padi yang digunakan. Urea dilarutkan ke dalam air.
· Jerami kemudian disiram dengan larutan urea secara merata
· Jerami yang telah disiram secara merata, kemudian dimasukkan ke dalam plastik, dipadatkan dan diikat rapat - rapat dan disimpan selama empat minggu.








BAB II
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Silase
Tabel hasil pengamatan:

HARI
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11

Suhu
27
27,5
28

31
32
29
32
29
29
30

pH
6
5
5

5
4
4
4
4
5
5



12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
Suhu
30
30
30
29
29
29
29
29
28
28
pH
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5

Karakteristik silase yang dihasilkan:
· Berbau wangi/berbau asam
· Sedikit berjamur pada permukaan
· Berwarna hijau kekuningan
· pH = 4
· suhu 310C
· teksturnya lembut, apabila diremas tidak mudah rupuh

Amoniasi
Karakteristik amoniasi jerami yang dihasilkan adalah:
· Tekstur lemas
· Warnanya coklat tua
· Berbau amonia dan sangat menyengat pada saat dibuka
· Suhu 330C


B. Pembahasan
1. Silase
Pemeriksaan suhu
Dari grafik diatas terlihat jelas bahwa terjadi peningkatan suhu sampai hari ke 6 atau suhu 320C. Hal ini disebabkan karena adanya proses respirasi tanaman di dalam silo plastik. Aktivitas sel tanaman tidak segera terhenti setelah dipanen, sel meneruskan respirasi selama masih cukup tersedia hidrat dan oksigen. Oksigen dibutuhkan untuk proses respirasi yang menghasilkan energi untuk fungsi sel. Karbohidrat dioksidasi oleh sel tanaman dengan adanya oksigen menjadi karbondioksida (CO2), air (H2O) dan panas.

Panas yang dihasilkan selama proses respirasi tidak dapat segera hilang, sehingga temperatur silase dapat meningkat. Peningkatan temperatur dapat mempengaruhi kecepatan reaksi dan merusak enzim (McDonald dkk. 1991). Enzim merupakan protein yang akan mengalami denaturasi pada temperatur tinggi. Peningkatan tempetarur juga dapat mempengaruhi struktur silase misalnya perubahan warna silase menjadi gelap (Van Soest 1994). Peningkatan temperatur silase dapat dibatasi dengan pemanenan tanaman dengan kadar air yang tepat dan dengan meningkatan kepadatan silase.

Sedangkan pada hari ke 7 dst. menunjukkan bahwa aktivitas bakteri menurun yang ditunjukkan dengan terjadinya penurunan suhu.

Pemeriksaan pH
Dari data hasil pengamatan tersebut, bahwa hari 2 sudah menunjukkan penurunan pH menjadi 5 yang pada awalnya pH pada pemeriksaan pertama adalah 6. Sehingga pada hari 2 ini dapat dikatakan bahwa telah dimulai fermentasi. Menurut literature yang kami peroleh bahwa penurunan kadar pH ini dilakukan oleh lactid acid yang dihasilkan oleh bakteri lactobacillus. Lactobasillus itu sendiri sudah berada didalam bahan baku silase, dan dia akan tumbuh dan berkembang dengan cepat sampai bahan baku terfermentasi. Bakteri ini akan mengkonsumsi karbohidrat untuk kebutuhan energinya dan mengeluarkan lactic acid.

pH menunjukkan penurunan kembali pada hari ke-6 yaitu menjadi 4. Dari penurunan pH ini dapat diketahui bahwa bakteri lactid acid diproduksi semakin banyak. Menurut (Tony, 2008) bahwa bakteri ini akan terus memproduksi lactic acid dan menurunkan kadar pH di dalam bahan baku silase. Sampai pada tahap kadar pH yang rendah, dimana tidak lagi memungkinkan bakteri ini beraktivitas. Sehingga berada pada keadaan stagnant, atau tidak ada lagi perubahan yang terjadi, sehingga bahan baku silase berada pada keadaan yang tetap. Keadaan inilah yang di sebut keadaan terfermentasi, dimana bahan baku berada dalam keadaan tetap , yang disebut dengan menjadi awet. Pada keadaan ini maka silase dapat di simpan bertahun-tahun selama tidak ada oksigen yang menyentuhnya.emeriksaan sebel

Tetapi pada hari ke- 10 sampai hari ke-21 menunjukkan kenaikan suhu menjadi 5 yang pada pemeriksaan sebelumnya yaitu hari ke-6 samapai hari ke-9 pHnya adalah 4. Hal ini dimungkinkan karena bakteri lactobacillus kekurangan makanan sehingga energinya kurang dan mengeluarkan lactid acid sedikit.

Tetapi dari data pH diatas menunjukkan bahwa pH pada proses pembuatan silase ini memungkinkan bahwa bakteri pembusuk tidak akan bisa tumbuh dan berkembang. Karena baktaeri pembusuk yang hanya dapat bertahan minimal pH+ 5,5. Dalam suasana asam, hanya mikroorganisme yang tahan asam tertentu yang dapat hidup (tumbuh) m isalnya Bacillus tertentu yang bukan bersifat pembusuk tetapi dapat menghidrolisa protein dan lemak yang dikenal dengan fermentasi.

Karakteristik silase
Silase yang dihasilkan dilihat dari warna, bau, dan rasa sudah menunjukkan bahwa silase yang dihasilkakan sudah memenuhi syarat silase yang baik. Menurut (Kartadisastra, 2004) bahwa silase yang baik mempunyai tekstur segar, berwarna kehijau-hijauan dan tidak menggumpal. Tetapi silase yang dihasilkan sedikit berjamur pada bagian permukaan silase. Hal ini disebabkan karena tidak kuatnya ikatan atau masih memungkinkan udara masuk. Sehingga perlu diperhatikan pada saat mengikat atau menutup silase harus benar-benar dipastikan bahwa udara tidak masuk sehingga tercipta suasana yang benar-benar hampa udara.

2. Amoniasi
Setelah dilakukan proses amoniasi pada jerami ini, tekstur jerami yang semula keras berubah menjadi lunak dan rapuh. Hal ini disebabkan karena penambahan unsur N dari urea yang ditambahkan pada jerami, sehingga terjadi poses perombakan struktur jerami yang keras menjadi struktur jerami yang lunak, untuk meningkatkan daya cerna (digestibility) dan meningkatkan jumlah jerami yang dimakan (feed intake) oleh sapi. Selain itu, terjadi perubahan warna jerami sebelum dilakukan proses amoniasi dengan setelah dilakukan proses amoniasi yaitu dari Kuning kecoklatan menjadi coklat tua.

Urea dalam proses amoniasi berfungsi untuk menghancurkan ikatan-ikatan lignin, selulosa, dan silica yang terdapat pada jerami, karena lignin, selulosa, dan silica merupakan faktor penyebab rendahnya daya cerna jerami. Lignin merupakan zat kompleks yang tidak dapat dicerna oleh ternak, terdapat pada bagian fibrosa dari akar, batang, dan daun tanaman dalam jumlah yang banyak. Selulosa adalah suatu polisakarida yang mempunyai formula umum seperti pati yang sebagian besar terdapat pada dinding sel dan bagian-bagian berkayu dari tanaman. Demikian juga silica tidak dapat dicerna oleh ternak.

Amoniasi yang dihasilkan ini, disukai ternak. Kami mencoba memberikan ke ternak setelah dianggin-anginkan beberapa saat sehingga bau amonia tidak terlalu menyengat, ternyata ternak memakan jerami amoniasi tersebut.

BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
· Prinsip pembuatan silase adalah menjaga suasana anaerob, dan asam dalam waktu singkat.
· penambahan urea yang berfungsi sebagai ikatan-ikatan lignin, selulosa, dan silica yang terdapat pada jerami, karena lignin, selulosa, dan silica merupakan faktor penyebab rendahnya daya cerna jerami.

B. Saran
Dalam membuat silase perlu diperhatikan prinsip pembuatan supaya menghasilkan silase yang baik

DAFTAR PUSTAKA


http://tonysapi.multiply.com/journal/item/18, Pengawetan Pakan Dengan Pembuatan Silase, dikunjungi Dec 12, '08 2:32 AM
http://peternakan.litbang.deptan.go.id/publikasi/jitv/jitv123-5.pdf
http://jajo66.files.wordpress.com/2008/06/prinsip-pembuatan-silase.pdf
http://library.usu.ac.id/download/fp/ternak-Nevy.pdf
2004, Kartadisastra, Penyediaan dan Pengolahan Pakan Ternak Ruminansia. Kanisius (Anggota IKAPI) : Yogyakarta
Siregar, S.B. Pengawetan Pakan Ternak, 1995. Penebar Swadaya, Jakarta.
Belasco, J.C.1954. New nitrogen coumpound for ruminant A laboratory Evaluation. J.Anim. Sci. 13 : 601 – 610.
Chuzaemi, S. dan M.Soejono. 1987. Pengaruh Urea Amoniasi Terhadap Komposisi Kimia dan Nilai Gizi Jerami Padi untuk Ternak Sapi Peranakan Onggole. Dalam : Proceedings Limbah Pertanian Sebagai Pakan dan Manfaat Lainnya, Grati.
Soejono, M. 1986. The Effect of Duration (weeks) Urea Ammonia Treatment on In Vivo Digestibility. Unpublished.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar